Oleh : Zakiah Fitri
Asumsi Dasar:
Asumsi Dasar:
- Internalisasi
adalah penyerapan kembali realitas objektif ke dalam
kesadaran subjektif manusia. Melalui internalisasi, manusia melakukan proses
adaptasi terhadap apa yang telah dibuatnya sendiri. Masyarakat kini berfungsi
sebagai pelaku formatif bagi kesadaran individu. Agar tidak menjadi terasing
atau teralienasi, manusia harus menyesuaikan diri dengan masyarakat di mana ia
berada.
- Eksternalisasi
adalah sebuah upaya untuk mengaktifkan atau
mengeksiskan diri (manusia) terhadap dunia luar, salah satunya di dasari pada
sebuah kebutuhan. Atau proses manusia
menciptakan sesuatu.
- Obyektivasi
adalah interaksi sosial dalam dunia intersubjektif
yang dilembagakan atau mengalami proses intitusionalisasi, dan internalisasi
adalah individu mengidentifikasi diri di tengah lembaga-lembaga sosial dimana
individu tersebut menjadi anggotanya.
Sepenggal Cerita Dibalik Kue Apem
Kue
apem adalah salah satu makanan khas di Indonesia, khususnya Jawa. Nampaknya
sepele, tapi dibalik kue apem yang nampak sederhana tersebut tersimpan banyak
cerita dan filosofi yang dipercaya oleh sebagian masyarakat Jawa. Pada setiap
slametan (slametan adalah sebuah budaya dari jawa yang biasanya dilakukan
dengan cara membuat makanan-makanan tertentu yang kemudian dibagikan sembari
menyertakan doa-doa yang dipanjatkan),
dalam pengamatan saya di Kota
Kelahiran saya, Malang juga tidak lepas budaya menyertakan kue apem, slametan
kematian misalnya, kue apem adalah makanan wajib yang tidak boleh dilewatkan. Meski
pada dasarnya dalam ajaran Islam tidak pernah ada perintah menyertakan kue apem
pada slametan kematian, tetapi masyarakat Islam kota Malang banyak yang
menyertakan kue apem pada setiap acara tersebut, akulturasi nampak jelas dalam
tradisi ini.
Kalaulah kemudian ada anggota
masyarakat yang dalam pelaksanaan selamatan tidak mampu memberikan hidangan dan
kue yang bermacam-macam. Maka sajian kue apem dirasa cukup untuk menggantikan
itu semua. Sebaliknya, kalau kemudian ada orang yang mampu menyediakan beragam
sajian dan jajanan dalam sebuah selamatan, tapi tidak menyediakan kue apem.
Maka ia dianggap menyalahi kebiasaan, ia dianggap tidak memiliki kesadaran
kolektif.
Sehingga wajar jika kemudian banyak
orang yang menggunjing perbuatan itu, sebagai sanksi adat, meskipun kue yang
disajikan lebih enak dan variatif. Masyarakat menganggap orang yang menyalahi
kesadaran kolektif yang demikian itu sebagai orang yang tidak menghargai
filosofi yang terkandung di dalam kue apem. Padahal oleh masyarakat setempat
filosofi yang demikian itu diyakini akan berbuah konkritisasi.
Analisis
Jika
ditelusuri dari logika Peter L Berger, hal ini bisa diuraikan dan dikaji
melalui analisis internalisasi, objektifasi dan eksternalisasi yang digagas
olehnya, berikut analisisnya:
·
Internalisasi
: Saya akan memulai analisis saya dari internalisasi
Masyarakat yang menyertakan kue apem
dalam setiap upacara kematian, mendapatkan nilai-nilai tersebut dari nenek
moyangnya/lingkungan yang ada. Sehingga dalam proses tersebut, nilai-nilai
ditransfer ke dalam individu dan terjadilah internalisasi
·
Objektifasi
Setelah terjadi internalisasi,
individu dan masyarakat menilai dan menimbang kembali apa yang telah
diinternalisasikan. Nilai-nilai yang ada dipertimbangkan, apakah seharusnya saya menyertakan apem? atau sebaiknya tradisi apem
ditinggalkan?. Pertanyaan seperti ini seringkali muncul saat objektivasi
sedang berlangsung. Dalam kasus yang saya angkat, masyarakat menerima
nilai-nilai tentang penyertaan apem dalam slametan, sehingga nilai tersebut
telah diakui masyarakat dan menjadi kesepakatan.
·
Eksternalisasi
Tindakan menyertakan kue apem dalam setiap slametan
kematian adalah bentuk eksternalisasi, seperti gambar yang saya pasang diatas,
kue apem yang tampak sebagai sajian wajib pada slametan kematian 40 hari
merupakan bentuk dari eksternalisasi, sehingga hal tersebut merupakan realitas
objektif. Seandainya seseorang melakukan slametan kematian tanpa menyertakan
apem, tentu ia akan mendapat sanksi sosial berupa ejekan dan gunjingan. Maka
dari itu, masyarakat yang hidup di lingkungan tersebut menyesuaikan diri dengan
mengikuti tradisi tersebut agar tidak mendapat sanksi sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar