Sabtu, 07 Maret 2015

Hari Perempuan yang Tidak Penting

Hari perempuan.

Sebenarnya untuk apa?  Untuk mengingat bahwa di dunia ini selain ada laki laki juga ada makhluk lain bernama perempuan? Sebagai perempuan, aku tidak terlalu mengerti apa fungsi di tetapkannya hari ini sebagai hari perempuan. 

Hari perempuan sudah jelas, lalu kenapa tak ada hari laki laki? Inilah yang aku maksud, sudah terlalu bayak wacana mengenai emansipasi perempuan, kesetaraan gender, peran perempuan dan segala hal yang kini menjadi semacam moralitas baru bahwa peradaban yang baik adalah peradaban yang mengikut sertakan peran perempuan di dalam kehidupan publik.

Tapi sayang sekali, di dalam sambutan hangat dunia untuk merayakan hari perempuan, justru disanalah aku menemukan semacam badutisme yang sejenis dengan kalimat "ladies first". Apa fungsi ucapan " ladies first" aku rasa sama saja dengan fungsi "selamat hari perempuan". Tak lain seperti menempatkan perempuan sebagai anak kecil yang merengek meminta main ayunan, dan laki-laki nampak sebagai orang dewasa yang mengalah dan menuruti kemauan anak kecil karena takut jika anak kecil (perempuan) yang lemah itu nantinya akan menangis. Singkirkan pembelaan pada perempuan, hanya karena manusia itu perempuan!

Begini, utopia tentang kesetaraan gender itu bagus, bahkan memang harus. Tapi kesetaraan macam itu tidak akan pernah dicapai dengan cara mengemis, ini memang generalisasi. Para feminis hampir selalu menuntut kesetaraan, tapi dengan kualifikasi berbeda yang dengan cepat saja bisa ditertawakan oleh tukang bangunan dan sopir angkot. Perjuangan kesetaraan ini sama sekali tidak perlu, dan tidak terlalu penting karena seolah perempuan adalah benda rapuh dan murah yang harus dilindungi dan diberdayakan.

Pemberdayaan itu sama sekali tak perlu, jika memang perempuan itu berdaya. Survival of the fittest akan menentukan sendiri, siapa yang bertahan. Tapi bisa ku balik juga, bahwa perjuangan kesetaraan gender yang nampak menyebalkan di mataku itu juga sebentuk survival of the fittest? Ternyata spesies manusia jenis perempuan beradaptasi dan mempertahankan diri dengan memakai wacana kesetaraan gender? Hebat juga mereka, sudah tak main fisik seperti manusia laki laki yang sejak dulu banyak nampak barbar, tapi perempuan cukup lihai melakukan pertahanan dalam bahasa verbal yang empatik. Kalau benar begitu, berarti perempua pejuang kesetaraan gender yang ramai itu memang sangat hebat, licik, dan tentu saja cerdik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar