Senin, 10 September 2018

Straw


Ini adalah sebuah novel psycho-thriller dari Noorca M. Massardi. Untuk ukuran novel Indonesia, novel ini cukup memberikan warna bagi keberagaman novel di Indonesia. Berkisah tentang kematian orang-orang ternama di indonesia (utamanya para akademisi) yang dalam pemeriksaan medis penyebab kematiannya adalah stroke dan serangan jantung, hal itu dianggap wajar selama beberapa waktu. Hingga kemunculan seorang tokoh bernama Banyan, seorang wartawan muda yang curiga bahwa ada yang tidak beres dengan kematian tokoh-tokoh terkenal itu. Dengan dukungan dari pimpinannya, Banyan kemudian mulai menelusuri penyebab kematian para tokoh itu.

Suatu hari, kasus serupa terjadi di Lombok dan Bali, Banyan melakukan pengejaran mati-matian dan itu bukan hal yang mudah, karena si pembunuh yang diketahui bernama Basung, adalah orang sudah sangat terlatih dalam praktik tersebut. Basung selalu lolos dalam setiap aksinya. Hingga ketika suatu kasus meninggalkan jejak tipis yang memancing pengungkapan kasus tersebut.

Saya pikir, ide cerita novel ini menarik. Basung sebagai seorang pembunuh, digambarkan membunuh para korbannya dan menyedot cairan otak mereka, kemudian memakannya. Dengan cara tersebut, Basung dapat merasakan apa yang dirasakan oleh korbannya, serta memperoleh memori dan ilmu pengetahuan seperti yang dimiliki oleh para korbannya.

Alur dalam cerita ini juga lugas, tidak bertele-tele, jelas, tidak membingungkan dan nyaman untuk dibaca karena selalu memancing rasa penasaran pembaca untuk melanjutkan pembacaan terhadap cerita tersebut, hal ini mungkin tidak lepas dari pengalaman Noorca M. Massardi yang memang seorang penulis senior dan berpengalaman di bidang kepenulisan. Bisa saya akui, alurnya bagus dan dan ide ceritanya sangat menarik, terlepas dari apakah cerita tersebut terinspirasi oleh cerita-cerita science fiction atau cerita lain yang sudah pernah dipublikasikan.

Namun seperti halnya karya-karya lain, ada beberapa hal yang saya sayangkan dari karya ini. Pertama adalah, penggambaran tokoh oleh penulis yang dalam beberapa kesempatan terkesan.. Mm... Apa ya..Sang penulis terkesan terlalu mengagung-agungkan kehebatan tokoh sehingga bagi saya hal itu terkesan agak memuakkan. Misalnya ketika Basung digambarkan sebagai pemuda yang sangat hebat, tampan, sempurna, trendy, keren tiada tara, dan tiada cela sedikitpun dalam dirinya selain kejahatan yang dia lakukan. dan hanya dengan satu tatapan mata, atau lirikan saja, dia bisa menaklukkan siapapun yang dia mau.

Bagi saya, penggambaran tokoh yang terlalu sempurna seperti ini adalah bagian dari rezim mainstream yang seolah mengatakan bahwa jika kita ingin menjadi orang yang sangat berpengaruh, maka kita harus menarik secara fisik, mental, intelektual. Padahal, andai saja Noorman M. Massardi mau menyelipkan sedikit saja "cela" pada tokoh Basung (katakanlah misal Basung digambarkan sebagai tokoh yang tidak memiliki jari kelingking tetapi ia memiliki sorot mata yang kharismatik, saya rasa itu justru makin menarik), maka secara tidak langsung hal tersebut dapat mempengaruhi perspektif para pembaca, bahwa kekurangan dalam suatu hal bukanlah penghambat untuk menjadi manusia yang berpengaruh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar