Pertama kali melihat buku yang ditulis Omar Hashem ini, aku pikir
isinya bakalan ngomongin soal ateisme ala Marx, turunannya, dan sejarahnya di
masa lalu serta nyrempet-nyrempet ke arah ideologi utopis yang diimpikan marx.
Namun membaca lembar-demi lembar, isinya tidak demikian. Banyak tulisan tentang
kekristenan, memang sejarah ateisme dipaparkan dalam beberapa titik, namun
kerangka tulisannya banyak menyentuh aspek historis ateis dalam bingkai
masyarakat kristen. Bahkan sejarah singkat injil/bibel , aliran-alirannya diurai
cukup padat, ringkas namun cukup memberi gambaran ateisme dari kerangka
kekristenan. Ya, mungkin memang perlu dijelaskan, karena apa yang selalu
disebut orang sebagai “dedengkot ateis” kurang lebih sebagian besar tidak bisa
dilepaskan dari aspek kultural-historis dinamika masyarakat eropa.
Bagi orang sepertiku, yang sama sekali awam dengan kekristenan, aliran-aliran dan sekte di dalamnya, apa lagi aspek historisnya, tentu saja ini adalah pengetahuan baru. Namun saya sarankan setidaknya sebelum membaca buku ini, milikilah sedikit saja wawasan tentang kekristenan, itu akan cukup membantu mempercepat tempo membaca.
Kalau secara subjektif dan jujur, bagian buku
ini menurutku menarik pada bagian awal dan akhir saja. Bagian tengahnya agak
cukup membosankan (mungkin karena berbeda dari ekspektasiku ketika membaca
judulnya). Tapi syukurlah, penulisnya menyelipkan kata-kata kutipan dari tokoh
terkenal yang memang membuat kantuk mata mendapatkan antitesisnya (walah!). Di
bagian akhir ada epilog dari Nurcholis Madjid, berisi beberapa penjelasan
mengenai kategori ateisme dan juga opininya tentang bagaimana seorang muslim
sebaiknya menyikapi ateisme. Tetap ada subjektivitas Nurcholis disana, tidak
masalah, ini epilognya.
Ya, akhir kata, buku ini adalah buku yang lumayan
serius, dengan bahasa Indonesia yang relatif tidak sulit untuk dipahami dan
bisa dijadikan teman santai ketika sore hari, namun jangan terlalu berharap
banyak dari judulnya.