Minggu, 06 Juli 2014

Analisis Tradisi Kue Apem (Perspektif Peter L Berger)

Oleh : Zakiah Fitri

Asumsi Dasar: 
  • Internalisasi
adalah penyerapan kembali realitas objektif ke dalam kesadaran subjektif manusia. Melalui internalisasi, manusia melakukan proses adaptasi terhadap apa yang telah dibuatnya sendiri. Masyarakat kini berfungsi sebagai pelaku formatif bagi kesadaran individu. Agar tidak menjadi terasing atau teralienasi, manusia harus menyesuaikan diri dengan masyarakat di mana ia berada.

  • Eksternalisasi
adalah sebuah upaya untuk mengaktifkan atau mengeksiskan diri (manusia) terhadap dunia luar, salah satunya di dasari pada sebuah kebutuhan. Atau proses manusia menciptakan sesuatu.

  • Obyektivasi
adalah interaksi sosial dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses intitusionalisasi, dan internalisasi adalah individu mengidentifikasi diri di tengah lembaga-lembaga sosial dimana individu tersebut menjadi anggotanya.

Sepenggal Cerita Dibalik Kue Apem

Kue apem adalah salah satu makanan khas di Indonesia, khususnya Jawa. Nampaknya sepele, tapi dibalik kue apem yang nampak sederhana tersebut tersimpan banyak cerita dan filosofi yang dipercaya oleh sebagian masyarakat Jawa. Pada setiap slametan (slametan adalah sebuah budaya dari jawa yang biasanya dilakukan dengan cara membuat makanan-makanan tertentu yang kemudian dibagikan sembari menyertakan doa-doa yang dipanjatkan),
            dalam pengamatan saya di Kota Kelahiran saya, Malang juga tidak lepas budaya menyertakan kue apem, slametan kematian misalnya, kue apem adalah makanan wajib yang tidak boleh dilewatkan. Meski pada dasarnya dalam ajaran Islam tidak pernah ada perintah menyertakan kue apem pada slametan kematian, tetapi masyarakat Islam kota Malang banyak yang menyertakan kue apem pada setiap acara tersebut, akulturasi nampak jelas dalam tradisi ini.
            Kalaulah kemudian ada anggota masyarakat yang dalam pelaksanaan selamatan tidak mampu memberikan hidangan dan kue yang bermacam-macam. Maka sajian kue apem dirasa cukup untuk menggantikan itu semua. Sebaliknya, kalau kemudian ada orang yang mampu menyediakan beragam sajian dan jajanan dalam sebuah selamatan, tapi tidak menyediakan kue apem. Maka ia dianggap menyalahi kebiasaan, ia dianggap tidak memiliki kesadaran kolektif.
            Sehingga wajar jika kemudian banyak orang yang menggunjing perbuatan itu, sebagai sanksi adat, meskipun kue yang disajikan lebih enak dan variatif. Masyarakat menganggap orang yang menyalahi kesadaran kolektif yang demikian itu sebagai orang yang tidak menghargai filosofi yang terkandung di dalam kue apem. Padahal oleh masyarakat setempat filosofi yang demikian itu diyakini akan berbuah konkritisasi.

Analisis
Jika ditelusuri dari logika Peter L Berger, hal ini bisa diuraikan dan dikaji melalui analisis internalisasi, objektifasi dan eksternalisasi yang digagas olehnya, berikut analisisnya:
·         Internalisasi : Saya akan memulai analisis saya dari internalisasi
Masyarakat yang menyertakan kue apem dalam setiap upacara kematian, mendapatkan nilai-nilai tersebut dari nenek moyangnya/lingkungan yang ada. Sehingga dalam proses tersebut, nilai-nilai ditransfer ke dalam individu dan terjadilah internalisasi
·         Objektifasi
Setelah terjadi internalisasi, individu dan masyarakat menilai dan menimbang kembali apa yang telah diinternalisasikan. Nilai-nilai yang ada dipertimbangkan, apakah seharusnya saya menyertakan apem? atau sebaiknya tradisi apem ditinggalkan?. Pertanyaan seperti ini seringkali muncul saat objektivasi sedang berlangsung. Dalam kasus yang saya angkat, masyarakat menerima nilai-nilai tentang penyertaan apem dalam slametan, sehingga nilai tersebut telah diakui masyarakat dan menjadi kesepakatan.
·         Eksternalisasi
Tindakan menyertakan kue apem dalam setiap slametan kematian adalah bentuk eksternalisasi, seperti gambar yang saya pasang diatas, kue apem yang tampak sebagai sajian wajib pada slametan kematian 40 hari merupakan bentuk dari eksternalisasi, sehingga hal tersebut merupakan realitas objektif. Seandainya seseorang melakukan slametan kematian tanpa menyertakan apem, tentu ia akan mendapat sanksi sosial berupa ejekan dan gunjingan. Maka dari itu, masyarakat yang hidup di lingkungan tersebut menyesuaikan diri dengan mengikuti tradisi tersebut agar tidak mendapat sanksi sosial.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar